Sebelum Oxyuranus jadi Naga
MANUSIA terjajah teks. Teori
tak dimengerti, diskusi tak kelar tak paham, lalu berbagi. Kemudian berkisah
pada lawan bicara. Tersebarlah teks, dan jadi keyakinan.
Argumen sungguh banyak mendukung tesis.
Namun, banyaklah juga pertanyaan tentang text dalam tesis. Mengapa dunia
membagi diri dalam dua narasi besar, lalu sederet debat mengangah: mengapa ada
yin-yang, putih hitam, besar kecil, kuat lemah, dan seterusnya. Semua menyasar
terminologi selaras dan imbang.
Dunia membidik equilibrium. Text-text disebar,
kekuasaan takut bila ada banyak kelompok punya keyakinan sendiri. Terciptalah
tuhan-tuhan. O lord, mengapa petaka tuan menjadi tuhan tak pernah diperguncing,
atau ketika bapakisme mendominasi gender, kaum perempuan tetap mau ditata ‘wani
piro’, dibeli dengan mas kawin lalu ditendang istri-istri muda.
Perang teramat mudah jadi bisnis. Penjajahan
mengubah praksisnya sebagai virus dan bakteri merugikan. Mari telisik
history-nya: Medio 2003, gonjang-ganjing issue merebaknya avian influenza.
Setelah avian influenza marak di luar negeri, Indonesia kebagian dampak. Ketika
itu, avian influenza mulai terdeteksi karena terdapat ayam mati tiba-tiba di
berapa daerah. Peternak alami kerugian, produksi terhenti. Setelah avian
influenza dikabarkan masuk, beberapa bulan kemudian pemerintah umumkan bahwa
Indonesia positif terdampak avian influenza jenis H5N1.
Ini bioterorisme, katanya pemerintah tanggap.
Pada 13 Maret 2006, Kepala negara luncurkan Komite Nasional pengendalian Flu
Burung dan kesiapsiagaan menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI). Cepat
tanggap, bela rakyat, ada solusi?
Tapi, ada issue miring. Kuasa yang bertenger
dengan tag membela rakyat ‘katanya terlibat dengan sengaja’ memasukan avian
influence ke dalam negeri. Media kobarkan ngeri, rakyat yang punya ayam, bebek,
burung, dan babi, terancam. Ternak rakyat disasar gusar.
Dari http://id.beritasatu.com 11 Januari 2013
menyebut, ada epidemik ratusan ribu itik mati tertular flu burung di Brebes,
Jawa Timur, Jawa Barat, DIY, Banten dan Sulawesi Selatan, yang selanjutnya
diteliti akademisi Unari, CA Nidom. Dia menyatakan bahwa virus baru itu bukan
hasil mutasi, melainkan buatan manusia. Nidom menduga bahwa ini merupakan
bioterorisme.
Masih dari sumber sama, beritasatu: Varian
baru flu burung pertama ditemukan di Danau Qinghai, Tiongkok. Padahal,
Indonesia bukan tempat migrasi burung dari Tiongkok, tetapi ketika masuk ke
Indonesia, daerah pertama yang terjangkiti adalah Sumatera kemudian secara
bersamaan merambat langsung Brebes dan dalam waktu cepat menyebar ke dua puluh
empat kabupaten di Indonesia. Sekertaris Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis,
Emil Agustiono, mencium aroma tidak sedap, dan mengatakan, bahwa terdapat pihak
yang sengaja memasukkan jenis varian flu burung, H5N1 clade 2.3.2, untuk
disebarkan ke Indonesia. Hal ini dapat dimasukkan dalam kejahatan bioterorisme.
Keyakinan hari ini dibangun atas sejumlah
pengalaman. Tahun silam, manakala neraca dagang miring dan berat di import —
menurut kabar media — pemerintah mempertemukan empat puluh taipan di Istana
Bogor. Tujuannya untuk menupuk cadangan devisa. Presiden mengajak para
pengusaha kakap itu untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Saya kira, upaya pemerintah itu positif.
Memperkuat ketahanan ekonomi nasional memang harus dikerjakan dalam ‘kerja
kerja kerja’. Namun, terminologi yang menarik perhatian dari pertemuan itu bagi
saya adalah soal taipan. Manakala infrastruktur tumbuh pesat, harga bahan bakar
seragam di seluruh tanah air, tak salah kita memuji keuletan sistem dalam
membenah perekonomian dan hak rakyat.
Walau, taipan-taipan di daerah masih coba
‘nakal’. Saat mengunjungi berapa daerah, saya menjumpai kelangkaan. Antrian
mengular tunggu bensin solar. Harga tidak seperti biasa. Gas masih sering
langka. Komoditas pertanian bermain pada elastisitas yang kadang tak
terkontrol. Tapi, nanti dulu. Bicara taipan setelah dua bait berikut ini ya.
Sekarang mari sedikit lagi mengusik dan menengok pergulatan pasar.
Ketika harga kopra anjlok, mencibirlah kita
tentang harga diri identitas. Buruh tani bergaji per hari kurang dari sembilan
puluh ribu apa terusik ketika issue harga minyak goreng melambung? Tentu
terusik! Namun dia tidak beroleh keuntungan apa-apa atas issue harga kopra
anjlok. Bila harga kopra membaik, tentu pemilik usaha perkebunan sekala besar
yang mendulang untung.
Dolar menguat value-nya terhadap berbagai
mata uang di dunia, kampanye miring pasti nyaring ‘katanya’ bela rakyat. Tapi,
rakyat seyogyanya menjadi tidak penting didengar ketika saya duduk di kursi
kuasa, sebab saya hanya butuh mereka mencontreng angka-angka.
Membuka beberapa referensi, saya menemukan
kata ‘oxyuranus’, nama latin dari seekor ular gesit berekor tajam dan sangat
berbisa. Bila anda berkesempatan ke Australian Museum, anda boleh mendalami
lebih jauh tentang oxyuranus microlepidotus. Oxyuranus ada di Australia dan
Papua. Digambarkan dalam legenda Aborigin tentang seekor ular yang merentangkan
badannya di langit seperti pelangi. Oxyuranus adalah salah satu darilima ular
paling mematikan di dunia, dia-lah taipan itu.
Walau, di jagad maya saya juga beroleh
pengertian lain tentang taipan. Istilah Taipan, dikisahkan pertama digunakan
untuk menyebutkan pebisnis asing di China atau Hong Kong abad sembilan belas
dan awal abad dua puluh satu. Orang canton dewasa ini menggunakannya lebih umum
untuk beberapa pemimpin bisnis pribuminya. Arti literalnya adalah kelas atas,
yang dapat dibandingkan dengan Big Shot dalam isilah slang Inggris.
Dulu istilah ini secara umum digunakan
mengacu kepada pemimpin bisnis senior dan pengusaha di Hongkong ketika di bawah
kendali Inggris. Istilah ini pertamakali masuk dalam bahasa Inggris dalam
register Canton 28 Oktober 1834. Sejarah variasi speliling memasukkan taepan,
typan, dan tai-pan. Taipan diartikan seorang pengusaha besar yang punya imperium
bisnis luas.
Istilah Taipan menyebarluas keluar China dan
mendunia setelah terbitan cerita pendek ‘The Taipan’ oleh Somerset Maugham
tahun 1922 dan novel Tai-Pan oleh James Clavell tahun 1966.
Tilik saya berikut ini bukan soal taipan,
namun tentang kegigihan. Perekonomian China tumbuh pesat karena kerja smart dan
mampu menjadi pesaing Amerika dan banyak negara di Asia dan Eropa.
Saya ngobrol dengan kawan di Singapore
tentang tanah air. Tentang kekuatan bisnis yang kian meraja dan inovasi. Dia
bilang, “Kerabat saya di kampung berternak, sukses atau tidak sukses bukan
ukuran, yang saya tau mereka itu tekun dan setia menjalankan usahanya dengan
belajar dari pengalaman.” Kata dia, orangtuanya dulu punya banyak kepunyaan,
tetapi musnah karena tidak dimanage dengan baik. Ini jadi pelajaran.
Tajuk di https://ekbis.sindonews.com 30 Juni
2018 menarik perhatian saya: Kekuatan ekonomi China saat ini telah mendekati
Amerika Serikat, bahkan di beberapa tempat, produk-produk China telah menggeser
produk Amerika di kancah global. Profesor bisnis kenamaan China Zhang Weining
menjelaskan mengapa China saat ini dapat mengambil-alih ekonomi global dari
tangan Amerika. Ini kata Zhang terjadi karena perbedaan besar cara pandang
masyarakat di antara negara tersebut yang telah membuat ekonomi China meningkat
tajam.
Ini saya petik dari kata Zhang yang ditulis
sindonews, bahwa, orang China hanya peduli siapa yang bisa menjadi lebih kaya,
dan bagaimana cara untuk menjadi kaya tanpa melanggar norma. Orang China lebih
banyak berdebat tentang model bisnis dan teknologi baru. Sementara, orang
Amerika Serikat masih terobsesi pada politik sehingga menyedot energi dan
waktu. Padahal energi dan waktu tersebut dapat digunakan untuk bekerja
mengembangkan teknologi dan bisnis baru.
Text, tesis, dan keyakinan. Bagaimana
menggambarkan kondisi perekonomian dan kebijakan dalam negeri bila tanpa
pembanding. Sementara obrolan kita masih di situ-situ saja. Kafir-kafiran,
ular-ularan, hoax-hoaxan. Value tercipta dari inovasi, kerja smart dan terus tekun.
Saya sendiri masih jadi penonton terhadap kemajuan dunia.
Perang text. Pernahkah anda mendengar kubu
Blok Barat dan kubu Blok Timur perang secara terbuka? Hanya teori, perang
dingin, perang teknologi, bumi bulat bumi datar tetap kabur pemahamannya, walau
dunia dan jagat sudah jadi saksi bahwa tidak ada wajah yang persegi, seperti
itu juga wajah bumi. Semua mencari keuntungan ekonomi dari sumberdaya yang
terbatas dan harus diakali.
Saya lanjut obrolan dengan kawan di Singapore
itu seraya bertanya, “Bagaimana menyaingi kapitalisme kalau mindset rakyat tak
dicerahkan? Kapan rakyat dikapitalisasi (suntik modal) agar dapat berdaya
hadapi pasar bebas?” Dia dan saya tak punya kata sepakat, masing-masing punya
argumentasi sendiri. Bagi dia, bagaimana terus bekerja, berinovasi dan cari
peluang. Saya masih berkutat pada perubahan mindset dan menertawai
kotbah-kotbah.
Lalu, kami sama-sama tertawa. Orang-orang
terjajah text. Kami harus terus mengkapitalisasi diri sendiri, walau saya masih
banyak hutang. Anda punya hutang? Bila punya, tertawa saja. Tapi, berusahalah
melunasinya. Jangan tunggu pemerintah melunasi hutang anda, jangan tunggu
kiamat. Jangan tunggu oxyuranus microlepidotus menjadi naga.
Di negara lain khotbah tentang kiamat sudah
tak laku. Mari perhatikan seksama: begitu banyak manusia bergiat, berinovasi,
mencipta berbagai kemudahan, menumbuhkan damai sejahtera, menziarahi
surga-surga yang indah di bumi. Kita di negeri ini cuma kebagian surga dari bom
panci dan berbagai issue palsu yang membuat otak terus melarat. (*)
__________
Feature Image: oxyuranus microlepidotus
Sumber foto:
https://www.flickr.com/photos/akashsherping/21233288675/in/photostream/
__________
(*)




Comments
Post a Comment